Kadang-kadang mengajar itu tak lagi sekedar mengajarkan siswa, tapi kita juga berbagi rasa. Banyak guru yang tidak menyadari ini karena mereka terlalu terpaku pada target pencapaian proses belajar-mengajar itu. Buat saya memang gak terlalu berguna, karena materi yang saya ajarkan lebih bersifat aplikatif ketimbang teoritis. Target saya cuma 1, siswa saya bisa bermain musik dengan benar.
Tiba-tiba aja saya mendadak mellow. Kemarin di kelas II A, setelah mereka ulangan harian (setelah saya dituntut pihak sekolah karena gak kunjung punya nilai UH), saya ajak mereka bermain musik dengan sedotan. Banyak di antara mereka yang gak bawa sedotannya, mungkin lupa. Awalnya mereka gak mau berbagi dengan teman-temannya, saya pun gak tau kenapa mereka mulai pilih-pilih teman lagi. Lalu saya ajak mereka berbagi sampai mereka mau *sedikit maksa sih*, dan akhirnya semua siswa udah pegang 1 potongan sedotan.
Lalu mereka mencoba membunyikannya setelah saya potongin ujung sedotannya *gara-gara mereka gak bisa motong yang bener*, banyak yang gagal, Sodara! Lalu saya suruh teman-temannya yang sudah bisa membunyikannya, dan akhirnya mereka semua bisa!
Lalu saya ajak membunyikannya bersama-sama, mereka bisa semua, dan mereka tersenyum ringan, bahagia! Ini yang kemudian membuat saya bahagia. Saya hanya berbagi ilmu yang sedikit ini, tapi mereka bisa tersenyum dengan luar biasa. Mereka bahagia dengan aktivitas belajar hari itu, dan saya pun bahagia melihat mereka bahagia.
Baru kali ini setelah 3 bulan saya mengajar mereka, saya bisa merasakan kebahagiaan yang teramat sangat seperti ini. Langkah saya menjadi ringan dan saya bernyanyi-nyanyi kecil sambil berjalan. Meskipun kemarin jadwal saya penuh sampai jam 4 sore, tapi hati saya ringan. Saya mendapatkan kebahagiaan yang mereka bagi untuk saya.
Ya, kebahagiaan guru tak lagi dari capaian nilai tertulis para siswa, tapi dari pencapaian aplikatif mereka.
Bahagia itu sederhana. Kenapa harus dibikin rumit?
No comments:
Post a Comment
uneg-uneg